Pages

Translate

Thursday 19 January 2012

Letter of Credit part 3

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jika pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jika bank telah menerima dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bagian accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit adalah penting, sehingga dapat diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" adalah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap instruksi (instruction) maupun permintaan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini adalah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bagian Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara buyer dengan seller atau tidak.


Barang Sample /Non Commercial value

Pernah tahu tentang Sample Of Non-commercial Value ?. Bagi yang sudah di perdagangan export-import pasti sudah tidak asing lagi, terutama yang pernah di posisi merchandiser, that's good. Tapi di artikel ini saya akan melihatnya dari sudut accounting dan perpajakannya. Apa itu Sample Of Non-Commercial Value ?, Mengapa Sample Of Non-commercial Value?, Bagaimana memposting-nya?. Bagaimana dampak perpajakannya ?. Kita bahas satu persatu di sesi berikutnya.


Apa itu Sample of Non-commercial Value ?

Dalam perdagangan export-import, sebelum pemesanan (placing order) biasanya pembeli (buyer/Importer) akan meminta penjual (seller/exporter) untuk mengirimkan contoh barang (samples). Begitu juga sebelum produksi dimulai, buyer akan meminta dikirimkan pre-production sample. Kesemua contoh-contoh barang tersebut biasanya tidak berbayar.

Pada saat akan dikirimkan, sample tersebut harus dibuat agar tidak dalam kondisi yang sempurna, dengan kata lain; sengaja dibuat cacad, dalam istilah merchandising-nya disebut dengan "multilated", lalu diberi tulisan "Sample Of Non-commercial Value". Multilated bisa dilakukan dengan menggunting, mencoret dengan spidol anti air, atau mempoton/mematahkan salah satu bagian yang tidak vital.

Pengiriman barang keluar negeri, meskipun hanya berupa contoh, tetap harus disertai dengan dokumen pengiriman, minimal invoice dan packing list. Di dalam invoice harus disebutkan "Sample Of Non-commercial Value". Dan yang paling penting.... perhatikan baik-baik... Harga yang dicantumkan di dalam invoice di buat sangat kecil (UNDER VALUE), biasanya tak lebih dari USD 1.00/unit.

Mengapa Sample Of Non-Commercial Value ?

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa sample-sample tersebut dimaksudkan hanya untuk tujuan pemeriksaan kwalitas saja (bentuk, ukuran, warna dan spesifikasi lainnya), bukan untuk diperjual belikan. Seller pun tidak akan menerima pembayaran atas pengiriman sample tersebut. Dengan demikian, maka Sample Of Non-Commercial Value Statement dimaksudkan agar :

(-). Tidak diperlukan dokumen export yang lengkap (termasuk tanpa export licence/quota), melainkan cukup dengan Invoice dan Packing list saja.

(-). Agar Buyer (importir) tidak dikeneakan Bea Masuk maupun Pajak Import.



Bagaimana Perlakuan Akuntansinya ?


Karena sample ini memang dibuat dan dikirimkan bukan untuk dimaksudkan untuk diperdagangkan, dengan bahasa akuntansi bisa dikatakan bahwa pengeluaran untuk sample tersebut tidak akan berpotensi untuk menghasilkan return (cash). Oleh sebab itu, maka pengeluaran atas sample ini BUKAN BAGIAN DARI HARGA POKOK PRODUKSI (Production Cost) dan juga tidak dimasukkan ke dalam HARGA POKOK PENJUALAN (Cost of Good Sold). Dengan demikian, perlakuan akuntansinya dapat kita rumuskan sebagai berikut :


* Penggunaan Bahan Baku / Bahan Penolong :

Jika untuk pembuatan sample tersebut memerlukan bahan baku dan bahan penolong, maka atas pembelian bahan baku tersebut tidak dicantumkan sebagai pembelian bahan baku atau bahan penolong, melainkan langsung dibebankan sebagai biaya di periode yang sama dengan mencatatnya sebagai Biaya Sample (Research & Development), bisa juga dibebankan sebagai Biaya Marketing dan Promosi (Marketing & Promotion). Maka jurnalnya :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

Jika untuk pembuatan sample tersebut memakai bahan baku dan bahan penolong yang telah ada di gudang, maka atas pengeluaran bahan baku/bahan penolong tersebut tidak dicatat sebagai Barang dalam Proses (Work in Process), melainkan langsung dicatat sebagai Biaya Sample (Research & Development) atau Biaya Marketing & Promosi, sedangkan persediaan bahan baku yang diambil tetap dicatat di sisi kreditnya. Jurnalnya menjadi sebagai berikut :


[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx


* Penggunaan Tenaga Kerja :

Jika dalam pembuatan sample tersebut dipergunakan tenaga kerja langsung (buruh, tukang, pegawai harian, pegawai borongan), maka pembayarannya tidak dicatat sebagai Biaya Tenaga Kerja Langsung, melainkan dicatat :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx


* Pada saat sample selesai dikerjakan :


Jika barang hasil produksi (bulk production) dicatat sebagai inventory untuk meng-convert Persediaan Barang Dalam Proses, sedangkan untuk sample ini tidak dilakukan pencatatan.


* Packing & Shipping :

Segala pengeluaran terkait dengan pengemasan (Packing) dan pengiriman (Shipping / Courrier), tidak dicatat sebagai Packing atau Shipping Cost, melainkan langsung dicatat sebagai Reasearch & Development expense. Jurnalnya sama aja dengan jurnal sebelumnya.


* Pelaporannya :

Research & Development atau Marketing & Promotion dikelompokkan ke dalam kelompok Biaya Operasional (expenses).


Tinjauan Perpajakannya


* Pembebanan :

Seperti biasa hukum dasar perpajakan, untuk melegitimasi suatu beban, yang menjadi dasar pertimbangan utama adalah bukti transaksi dan alur transaksi. Sepanjang atas pengeluaran tersebut tersedia bukti transaksi dan didukung oleh alur transaksi yang memadai, maka itu legitimate (syah?) untuk dibebankan. Perkara itu dikelompokkan sebagai Harga Pokok Penjualan atau ke dalam biaya operasional tidaklah penting, karena pada dasarnya akan tetap menjadi faktor pengurang potensi laba, yang artinya juga pengurang potensi pajak.


* Penjualan atas Sample Of Non-commercial Value :

Sekali lagi, yang menjadi bahan pertimbangan adalah bukti transaksi dan alur transaksi. kaitannya dengan penjualan export, yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan adalah :

(-) Dokumen export : Pada invoice pengiriman sudah dinyatakan sebagai "Sample Of Non-commercial Value".

(-) Penerimaan Kas : Tidak ada kas masuk (wire/cash payment) yang spesifik terkait dengan pengiriman sample tersebut.


Atas kedua pertimbangan tersebut, maka under value didalam commercial invoice tersebut adalah legitimate (diakui?).

Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations), CEPT, EHP (Early Harvest Package), NT (Normal Track), ST (Sensitive Track)

Apa itu Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations), CEPT, EHP (Early Harvest Package), NT (Normal Track), ST (Sensitive Track)? Apa tujuannya, bagaimana implementasinya? Mungkin informasi ini berguna bagi rekan-rekan yang menggeluti aktifitas Export dan Import, apa pentingnya bagi dunia perpajakan dan accounting?

Mengikuti perkembangan (updated) hal-hal yang berhubungan dengan aktifitas business kita adalah vital sifatnya, termasuk export – import. Tidak diragukan lagi, untuk Indonesia, hal-hal yang berbau export-import selalu menarik. Mengapa?

[-]. Export adalah andalan devisa Indonesia setelah Gas dan Minyak Bumi
[-]. Untuk supply banyak jenis kemoditi, Indonesia masih bergantung pada Import

Strategic value inilah yang sampai saat ini masih digarap terus oleh pelaku bisnis di Indonesia, business export-import sampai tahun ini tetap bersinar, meskipun kita tidak menutup mata akan kompetisi yang semakin ketat dengan sesama negara ASEAN dan ASIA.


Hubungan-nya dengan accounting dan perpajakan?

Sangat erat. Bagi rekan-rekan di accounting dan perpajakan yang kebetulan sedang memagang perusahaan export-import, memahami tehnis penghitungan bea masuk, ppn import dan pph pasal 22 import termasuk wajib. Tidak boleh tidak tahu. Dan kehadiran anda diperusahaan akan menjadi lebih berarti jika anda memahami tata cara dan prosedur export-import, mengapa?

Terutama bagi perusahaan yang banyak melakukan import, structure cost sangat didominasi oleh aktifitas import. Mulai dari inventory, freight cost, bea masuk, insurance, dll.

Kita langsung ke topic…….


Tarif Bea Masuk MFN

Apa itu “Tarif Bea Masuk MFN”?
Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations) adalah tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain, kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus mengenai tarif bea masuk dengan Indonesia.

Apa tujuan “Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk MFN”?
Untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, memberikan kepastian hukum bagi investor, memberikan perlindungan bagi konsumen, dan meningkatkan efisiensi administrasi kepabeanan, maka tarif bea masuk MFN akan disesuaikan secara bertahap sehingga secara relatif menjadi harmonis, rendah dan uniform pada tahun 2010. Pola penyesuaian tarif bea masuk ini disebut Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk, 2005-2010.


Implementasi Harmonisasi Tarif

Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Tahap I telah selesai dirumuskan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 591/PMK.010/2004 tanggal 21 Desember 2004. Keputusan ini berisi program/jadwal penyesuaian tarif bea masuk produk-produk pertanian, perikanan, pertambangan, farmasi, keramik dan besi baja untuk kurun waktu 2005-2010. Dengan implementasi program tersebut, maka tarif bea masuk Indonesia pada tahun 2010 akan relatif harmonis, rendah dan uniform.

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 591/PMK.010/2004 tersebut, Menteri Keuangan menetapkan kembali tarif bea masuk keseluruhan produk pertanian, perikanan, pertambangan, farmasi, keramik dan besi-baja dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 600/PMK.010/2004 tanggal 23 Desember 2004. Tarif bea masuk yang baru ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2005 dan meliputi 1.964 pos tarif. Dari jumlah ini, tarif bea masuk yang mengalami perubahan pada tahun 2005 adalah sebanyak 239 pos tarif (96 pos tarif mengalami kenaikan dan 143 pos tarif mengalami penurunan).


Tarif Bea Masuk CEPT for AFTA

Apa itu Tarif Bea Masuk CEPT for AFTA ?
Tarif Bea Masuk CEPT for AFTA adalah tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara-negara anggota ASEAN yang dilengkapi dengan Formulir-D (Certificate of Origin). Secara umum, saat ini tarif bea masuk CEPT for AFTA adalah 0-5%, kecuali produk-produk yang masuk Exclusion List. Berdasarkan kesepakatan antar negara ASEAN, 60% dari seluruh pos tarif (10 digit) harus memiliki tarif bea masuk 0% pada tahun 2005.

Implementasi Tarif Bea Masuk CEPT for AFTA ?
Untuk memenuhi kesepakatan tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.010/2005 tanggal 18 Mei 2005. Dalam PMK tersebut tarif bea masuk 1.571 pos tarif diturunkan dari 5% menjadi 0%, sehingga secara keseluruhan saat ini terdapat 60,5% dari seluruh pos tarif memiliki tarif CEPT 0%. Jumlah pos tarif dengan tarif CEPT 0% secara bertahap akan bertambah sehingga pada tahun 2010 perdagangan antar negara ASEAN tidak terdapat lagi hambatan tarif bea masuk.


Tarif Bea Masuk ASEAN-China FTA

Angin segar bagi rekan-rekan yang sering melakukan import dari china.

Apa itu Tarif Bea Masuk ASEAN-China FTA?
Adalah tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari China dan/atau negara ASEAN lainnya yang dilengkapi dengan Formulir-E (Certificate of Origin). Dalam rangka kerjasama perdagangan ASEAN-China disepakati untuk menurunkan tarif bea masuk secara bertahap dalam tiga kategori, yaitu Early Harvest Package (EHP), Normal Track (NT) dan Sensitive Track (ST).

Dan ini detailnya:

EHP (Early Harvest Package):
Adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2006. Program ini telah diimplementasikan oleh Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (EHP ASEAN-China, terdiri dari 527 pos tarif) dan 356/KMK.01/2004 (EHP Bilateral Indonesia-China, terdiri dari 46 pos tarif). Tarif bea masuk produk-produk ini menjadi 0% pada tahun 2006, baik di Indonesia maupun di China.

Normal Track (NT):
Adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2005 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0% pada tahun 2012. Tim Tarif saat ini sedang merumuskan program normal track yang diperkirakan meliputi lebih dari 9.000 pos tarif.

Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive):
Adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China yang dilakukan lebih lambat dari normal track. Sesuai kesepakatan, produk yang masuk Sensitive track memiliki tarif maksimum 20% pada tahun 2012 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 5% pada tahun 2018. Sedangkan tarif bea masuk produk highly sensitive tidak boleh melebihi 50% pada tahun 2015. Program ini dirumuskan bersama-sama dengan Normal Track dan akan ditetapkan dalam satu paket sebagai implementasi dari agreement on Trade in Goods ASEAN-China FTA yang ditandatangani pada bulan Nopember 2004 di Vientiane, Laos.

Bagi rekan-rekan yang sudah memiliki dan membaca buku HS Code Nomenclature, pasti menemukan multiple-coloumn, masing-masing: MFN, CEPT dan AC-FTA. Kolom ini akan terus bertambah apabila kesepakatan FTA antara ASEAN dengan mitra dialog lainnya (i.e.: Korea, Jepang, Australia/New Zealand).


LANDING COST

Sebelum ke formulasi dan cara menghitungnya, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu LANDING COST ?.

Sekedar recalling isi topik sebelumnya tentang Landing Cost. Landing Cost adalah segala pengeluaran (expenditure) yang timbul sejak pembelian barang (baik itu barang modal maupun barang dagangan) sampai dengan barang-barang tersebut sampai di gudang penyimpanan pembeli.

Adapun elemen-elemen dari landing cost, meliputi : PURCHASE, FREIGHT COST, INSURANCE, IMPORT DUTY dan TAX.

Untuk Transportasi yang diurus oleh pihak lain, akan menimbulkan biaya tambahan yang biasa disebut HANDLING COST.

Mengapa Landing Cost penting untuk diketahui ? sebab Landing Cost lah yang seharusnya diakui sebagai PEMBELIAN, Tentunya anda masih ingat,
Pembelian diakui sebesar harga fakturnya ditambah dengan biaya transportasi dan segala pengeluaran yang timbul didalam membawa barang tersebut tiba digudang pembeli
.

Sedangkan pembelian itu sendiri merupakan komponen terpenting di dalam penghitungan HARGA POKOK PENJUALAN (Cost Of Good Sold) dari suatu product. Untuk usaha jenis Perdagangan, pemebelian menempati hampir 90% dari Harga Pokok Penjualan. Anda tahu sendiri, Cost Of Good Sold adalah komponen utama didalam penghitungan Laba-Rugi.

Berhubung topik ini cukup luas scoop-nya, maka saya berinisiatif untuk menyajikannya secara berseri. Dengan kalimat lain, elemen-elemen cost di atas akan disajikan satu persatu dengan judul sesuai dengan elemen cost itu sendiri.

Mudah-mudahan penyajian secara berseri ini bisa membuat anda bisa memahami cara penghitungannya dengan lebih mudah dan terfokus, bukan sebaliknya.

Wednesday 18 January 2012

Kredit pajak Import

PPn Import dapat dikreditkan terhadap kewajiban PPn, yaitu dengan memasukkan unsur PPn Import ini pada Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPn.
(Mengenai cara menghitung PPn Import silahkan baca : Import Tax Calculation - Menghitung Pajak Import . Yang dibawah ini adalah CARA MENGKREDITKAN PPn IMPORT.


Contoh kasus :

Atas Import bahan penolong dari china, dikenakan PPn Import sebesar Rp 1,500,000,- dan telah dilunasi, pada masa (bulan) yang sama, terjadi :

Penjualan Lokal sebesar : Rp 345,761,500,
sehingga Faktur Pajak Keluarannya : Rp 34,576,150,-

Pembelian Bahan Baku sebesar : Rp 128,035,710,
sehingga Faktur Pajak Masukannya : Rp 12,803,571,-

PPn Import sebesar Rp 1,500,000

Maka PPn terhutangnya = 34,576,150 – 12,803,571 – 1,500,000 = Rp 20,272,579,- dibulatkan menjadi Rp 20,272,500,-


Cara memasukkan PPn Import ke SPM PPn :

PPn Import yang sebesar Rp 1,500,000 diatas dimasukkan ke dalam Formulir 1195 SPM PPn huruf 1.3.1, kolomPada Bulan Ini”, sedangkan akumulasinya dimasukkan pada kolom “s.d. Bulan Ini” perhatikan screen shoot di bawah :


Cara Menghitung Pajak Import

Pajak Import merupakan elemen terakhir dari Landing Cost.

Indonesia mengenakan 2 jenis pajak atas import, yaitu : PPn Import dan PPh Pasal 22.


Pajak Import = PPn Import + PPh Pasal 22



PPn Import dikenakan 10% dari nilai CIF dan Import Duty. Maka formulanya menjadi sebagai berikut :


PPn Import = 10% x [ CIF + ID]


Dimana :
CIF = Cost (FOB) + Insurance + Freight
ID = Import Duty


Contoh :

PT. Royal Bali Gemilang melakukan impor barang dari China, dengan rincian sebagai berikut :
Nilai Barang yang di Impor (FOB) = USD 3,500.00
Insurance = USD 100.000
Freight = USD 250.00
Import Duty = USD 150.00

Perhitungan :

PPn Import = 10% x [ (USD 3,500.00 + USD 100.00 + USD 250.00) + USD 150.00 ]
PPn Import = USD 400.00

PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 7.5% dari nilai CIF dan Import Duty, formulanya :


PPh Pasal 22 = 7.5% x [CIF + ID]


Dengan menggunakan contoh yang sama, maka besarnya PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar USD 300.00

Sekaligus besarnya Pajak Import yang akan dikenakan dapat dihitung





Cara Penghitungan Bea Masuk

 Pengertian Bea Masuk (Import Duty)

Dasar Hukumnya :
Tentang Kepabeanan : Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612).
Tentang Cukai : Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613).

Pengertian Bea Masuk (BM) atau dalam bahasa inggrisnya “IMPORT DUTY
Bea masuk adalah bea yang dikenakan atas barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean dan diperlakukan sebagai barang import, oleh karenanya terutang Bea Masuk.

Yang Bertanggung Jawab Untuk Membayar Bea Masuk
Importir bertanggung jawab atas Bea Masuk barang yang diimpornya melalui sistim menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment).

Cara Penetapan dan Tujuan Penetapan
Bea Masuk ditetapkan dengan menggunakan “Dasar Penghitungan Bea Masuk (DPBM)” yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Keuangan, dan tujuannya adalah untuk kepastian penghitungan dan memperlancar pengajuan Pemberitahuan Pabean oleh importir.

Saat Pembayaran (Pelunasan)
Bea masuk dilunasi selambat-lambatnya pada saat barang akan dikeluarkan dari kawasan pabean (kecuali import yang biayanya ditangguhkan atau dibebaskan)


Besaran Bea Masuk

Kutipan Keputusan Menteri Keuangan No. 491/KMK.05/1996, Tgl. 31-07-1996 :
“Bea Masuk dihitung berdasarkan tarif Bea Masuk dikalikan dengan Nilai Pabean barang impor yang bersangkutan”.


Tarif :
Untuk penghitungan Bea Masuk didasarkan pada ketentuan tentang klasifikasi barang dan besarnya tarif Bea Masuk atas barang impor.

Nilai Pabean :
Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor adalah Nilai pabean dengan kondisi Cost, Insurance, dan Freight (CIF).

Cost (FOB Cost) :
Harga Barang dimport sampai pada dek Kapal/pesawat pengangkut, atau biasa disebut Free On Board (FOB)

Insurance (Asuransi) :
Besarnya asuransi untuk menghitung Nilai Pabean ditetapkan sebagai berikut :
Dalam hal asuransi ditutup di luar negeri, didasarkan pada premi asuransi yang tertera pada polis asuransi.
Dalam hal asuransi ditutup di dalam negeri, besarnya premi asuransi untuk penghitungan Nilai Pabean dianggap nihil.
Dalam hal tidak ada polis asuransi, besarnya premi asuransi ditetapkan menurut tata cara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Freight (Biaya Angkut) :
Biaya angkut (freight) untuk menghitung Nilai Pabean bagi barang impor didasarkan atas biaya angkut yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Jika memakai angkutan udara (Air Shipment) yang diberlakukan adalah rate IATA.


Catatan : Mengenai cara menghitung Bea Masuk, silahkan baca Tips : Import Duty Calculation (Perhitungan Bea Masuk) 


Besarnya Nilai Pabean Dalam Rupiah
Diperoleh dari perkalian antara Nilai Pabean dalam valuta asing dengan Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tempat Pembayaran Bea Masuk
Untuk pelaksanaan pembayaran Bea Masuk dan pungutan negara lainnya dalam rangka impor dibayar melalui Bank Devisa atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Bea Masuk Tidak Dapat Dikreditkan
Bea Masuk tidak dapat dikreditkan. Akan tetapi bisa "ditangguhkan" atau "dibebaskan".


Import Duty (Bea Masuk) merupakan bagian yang paling critical yang perlu dipahami. Dari pengalaman saya selama ini, perhitungan dibagian Import Duty ini lah yang jarang orang ketahui.

Sebelum masuk ke Cara perhitungan Bea Masuk, perlu dipahami hal-hal penting berikut :

Purchase (FOB, C&F & CIF):


Insurance : Baca kembali article saya : Landing Cost (Sub: Insurance)

Harmonize System Code (biasa di singkat HS):
Harmonize System Code wajib anda pahami dan ketahui. Ingin saya upload di sini agar bisa anda download langsung dari sini, sayang file-nya masih berupa PDF yang sangat besar. Untuk sementara Harmonize System Code bisa anda temukan di Ditjend Bea dan Cukai Indonesia (DJBC). Harmonize System Code ini adalah kode untuk mengelompokkan jenis komoditi import yang nantinya akan menentukan tariff yang akan digunakan didalam penentuan Import Duty.

Okay… here we go..! masuk ke perhitungan :

Import Duty = Tariff x CIF

Atau :

Import Duty = Tariff x (FOB + Freight Cost + Insurance)

Contoh :

PT. Royal Bali Gemilang melakukan import dari China, sebagai berikut :

Items : Hand croche Glove
Matrials : 100% Acrylic
Qty : 1000 pcs
Unit Price (FOB) : USD 3.50/pc
Freight Cost (IATA) : USD 300.00
Insurance = USD 150.00
Note on FOB : No discount applied , Sales Tax included

Berapa Import Duty (Bea Masuknya) ?.

Petunjuk :

Harmonize System Code untuk Glove (Sarung Tangan) yang terbuat dari acrylic adalah : 6116.93.00.00 (HS Code untuk komoditi lain silahkan download di DJBC). Tariff untuk HS ini adalah : 15%

Perhitungan :

Import Duty = 15% x [(1000 pcs x USD 3.50) + USD 150.00 + USD 300.00 ] = 15% x USD 3,950.00 = USD 592.50

Pengembalian, Keringanan & Pembebasan Bea Masuk

Pengembalian, pembebasan atau keringanan dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :


1). Kelebihan pembayaran bea masuk akibat :

a). Kesalahan penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai atas barang impor.

b). Perbedaan penetapan tarif dan nilai pabean, dengan penetapan kembali tarif dan nilai pabean oleh dirjen bea dan cukai.

c). Kesalahan tata usaha, antara lain adalah kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif.
2). Impor barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk.
3). Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
4). Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah
5). Kelebihan pembayaran bea masuk sebagai akibat putusan lembaga banding.

Caranya :

Importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Jika permohonan pembebasan atau keringanan bea masuk disetujui, direktur jenderal bea dan cukai a.n. Menteri keuangan menerbitkan keputusan pembebasan atau keringanan bea masuk.


Syarat  Pengembalian, Keringanan & Pembebasan Bea Masuk

Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi indonesia

Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya semua dokumen, catatan dan pembukuan yang berkaitan dengan pembebasan atau keringanan bea masuk atas import.


Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan kepabeanan, direktorat jenderal bea dan cukai melakukan pengawasan fungsional dan post audit atas pembukuan, catatan dan dokumen pengusaha/importir yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan barang.


Berdasarkan hasil audit, pengusaha/importir bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk, cukai, ppn, dan pph pasal 22 impor yang terutang, dan sanksi administrasi berupa DENDA.

Letter of Credit part 3

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jika pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jika bank telah menerima dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bagian accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit adalah penting, sehingga dapat diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" adalah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap instruksi (instruction) maupun permintaan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini adalah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bagian Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara buyer dengan seller atau tidak.



Ada 3 (tiga) macam Letter of Credit, yaitu :

(a). Commercial Letter of Credit
Commercial Letter of Credit merupakan instrument pembayaran utama, dimana proses pembayaran dilakukan oleh bank begitu dokumen diterima.

(b). Standby Letter Of Credit
Standby Letter of Credit merupakan instrument pembayaran kedua setelah instrument pembayaran yang lain (Telex Transfer, Cash on Delivery, dll). Artinya : Standby Letter Of Credit hanya akan dicairkan apabila buyer tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar dengan menggunakan instrument utamanya. Dengan kata lain Standaby L/C hanya merupakan instrument pembayaran cadangan. Standby Letter of Credit hanya merupakan alat yang menunjukkan kemampuan bayar buyer (pembeli) bukan L/C yang serta merta dapat dicairkan. Standby Letter of Credit dicairkan dengan cara menunjukkan draft instrument pembayaran yang utama dan menunjukkan bukti-bukti bahwa buyer tidak melaksanakan kewajibannya membayar.

c). Back to Back Letter of Credit
Adalah sebuah L/C yang dibuka untuk pihak seller, dimana L/C yang baru dibuka tersebut menunjuk L/C lain yang diterima dari pihak lain, yang artinya : “Term and Condition” L/C tersebut sepenuhnya bergantung pada L/C yang ditunjukknya. Dengan kalimat sederhana : L/C tersebut hanya akan bisa dicairkan apabila pihak pembuka telah mencairkan L/C yang ditunjuknya (L/C yang diterimnya dari pihak lain).

Pada umumnya Standby Letter Of Credit jarang bisa diterima oleh pihak penjual (seller), seller akan lebih memilih Commercial Letter of Credit. Terlebih-lebih jenis Back to Back Letter of Credit. Sangat jarang bisa diterima. Terlalu berbahaya bagi seller.

Catatan :
Dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya yang akan kita bicarakan adalah COMMERCIAL LETTER OF CREDIT.
 Elemen dan Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Letter Of Credit
Berikut adalah elemen dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses sebuah Letter of Credit :

Pembeli (Buyer)

Adalah pihak pembeli yang berinisiatif untuk membuka sebuah Letter of Credit untuk transaksi pembelian yang dilakukannya dengan pihak seller.


Draft of Purchase Order

Adalah sebuah dokumen awal atau draft sebagai bukti atas pemesanan suatu barang dan atau jasa. Draft PO biasanya merupakan bukti pemesanan awal yang sudah 99% final hanya saja pembuat draft (buyer) belum sempat untuk mengubahnya ke dalam bentuk kontrak resmi. Jenis barang, jumlah/volume, spesifikasi barang, standar kwalitas, cara pengemasan (packaging) sudah tersedia lengkap dan telah ditandatangani oleh pihak pembeli maupun penjual.


Purchase Order/Contract

Adalah draft order yang telah dituangkan kedalam lembaran resmi entah itu Official Purchase Order maupun Purchase Contract.


Letter of Credit’s Amount

Menyebutkan Nilai Nominal yang boleh dicairkan atas Letter of Credit tersebut. Nilainya seharusnya sama dengan nilai purchase order / contract. Namun demikian terkadang juga disebutkan batas nilai minimum dan maksimum, yang mana L/C akan ditolak apabila nilai yang akan dicairkan (tercantum) dalam dokumen export lebih kecil (short shipment) atau lebih besar (over shipment) dari melewati batas minimum/maksimium yang disebutkan di dalam L/C.


Issuing Bank

Adalah pihak yang memfasilitasi Letter of Credit, biasanya bank devisa dimana rekening buyer berada. Issuing Bank lah yang menerbitkan Letter Of Credit.


Advising Bank

Adalah Bank yang menerima Letter of Credit sekaligus menyampaikannya kepada pihak penerima Letter of Credit (seller). Jika advising bank memiliki hubungan correspondent, maka selanjutnya Advising Bank akan menjadi pihak yang menjembatani (correspondent) peresentasi dokumen maupun pencairan dana antara Issuing Bank dengan pihak penerima pembayaran (seller).


Correspondent/Confirming Bank

Adalah Bank yang menghubungkan Issuink Bank dengan Advising Bank. Correspondent Bank/Confirming Bank dibutuhkan apabila Issuing Bank tidak memiliki hubungan correspondent dengan Advising Bank yang ditunjuk oleh pihak seller. Mengapa hubungan correspondent dibutuhkan ?, karena untuk lalulintas pembayaran, bank yang berhubungan harus memiliki catatan speciment pejabat bank-nya masing-masing. Jika antara Issuing Bank dengan Advising Bank tidak ad ahubungan correspondent, maka mustahil mekanisme proses sebuah L/C dapat dilaksanakan, untuk itulah diperlukan correspondent bank. Correspondent bank sudah pasti sebuah bank yang memiliki correspondent dengan advising bank.


Beneficiary (seller)

Adalah pihak yang akan berhak menerima pembayaran atas sebuah Letter of Credit, dalam hal ini adalah penjual (seller).


Export Document

Adalah satu (atau lebih) set document export, termasuk Bill of Lading (BL) atau Air Way Bill (AWB). Akan kita bahas di sub pokok bahasan lain.
Time Set

Dalam sebuah L/C juga ditentukan mengenai batas-batas waktu tertentu atas sebuah proses dalam transaksi tersebut, yaitu :
(-). Latest Delivery Time : adalah batas penyerahan akhir dari barang/jasa yang dipesan oleh buyer. Buyer menentukan kapan barang tersebut harus diserahkan. Apabila kondisi penyerahan adalah FOB, maka yang dijadikan patokan adalah tanggal Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (Awb). Apabila kondisi penyerahan adalah C&F atau CIF maka yang dijadikan patokan adalah tanggal kapan barang di-realease oleh custom pelabuhan tujuan (port of destination).
(-). Latest Presentation Document Date : adalah batas tanggal penerimaan akhir dokumen oleh pihak Issuing Bank. Issuing Bank menentukan batas akhir kapan dokumen export harus diterima oleh Issuing Bank.


Certificate of Inspection

Adalah sebuah dokumen yang berupa sertifikat, yang menyatakan barang/jasa telah diperiksa (inspected) secara seksama, dimana barang/jasa telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pembeli (buyer) sehingga diberikan sertifikat. Certificate of Inspection biasanya dikeluarkan oleh institusi yang ditunjuk sebagai inspector (pemeriksa) oleh pihak pembeli (inspector).


Alur Proses Letter of Credit
Alur proses sebuah Letter of Credit dapat digambarkan sebagai berikut :
 Penjelasan :

(1). Buyer berinsitif untuk memesan barang/jasa

(2). Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk.

(3). Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank) untuk membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk oleh seller.

(4). Issuing Bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Advising Bank. (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller sebagai konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika issuing Bank tidak mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara.

(5). Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada beneficiary (seller).

(6). Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary (seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C (dokumen export). Jika dokumen telah siap, maka beneficiary akan menyerahkan dokumen tersebut kepada Advising Bank.

(7). Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Issuing Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen akan ditolak dan dikembalikan kepada beneficiary serta memberitahukan penyimpangan yang telah terjadi.

(8). Begitu dokumen diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan term and condition di dalam L/C, Jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak. Jika sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak beneficiary (seller) melalui Advising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut ke pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari issuing bank, pihak buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa tersebut.


Letter of Credit Amendment
Perhatikan butir (4) dari alur proses L/C di atas, begitu sebuah Letter of Credit dibuka, maka Issuing Bank akan mengirimkan L/C tersebut ke pihak Advising Bank, sekaligus mengirimkan copy L/C tersebut kepada pihak buyer. Selanjutnya buyer akan mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller. Seller akan memeriksa isi “Term and Condition” dari L/C yang dibuka. Apabila seller menemukan kondisi atau persyaratan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (tidak bisa dipenuhi), maka seller akan meminta pihak buyer untuk melakukan perubahan atas L/C tersebut. Perubahan L/C itulah yang disebut dengan Letter of Credit Amendment. Jika buyer setuju dengan perubahan (amendment) yang diminta oleh seller, maka buyer akan meminta pihak Issuing Bank untuk melakukan amendment. Issuing Bank mengirimkan amendment tersebut ke pihak Advising Bank. Advising Bank menyampaikan amendment tersebut kepada pihak seller (beneficiary) sekaligus minta konfirmasi bahwa amendment tersebut memang diminta oleh pihak seller.


Karakteristik sebuah Letter of Credit
Untuk mengetahui apakah sebuah Letter of Credit baik atau vuruk kondisinya, maka perlu terlebih dahulu mengetahui karakterikstik dari sebuah L/C. Berikut adalah karakterikstik-karakteristik dasar dari sebuah L/C :

Transferable / Non Transferable
Karakteristik ini adalah menunjukkan, apakah Letter of Credit tersebut boleh dipindah-tangankan atau tidak

(-). Transferable, artinya : Bisa dipindah tangankan. Kondisi tranferrable biasanya disertai dengan kondisi lain yaitu adanya “Blank Endorsment”. Artinya : dengan blank endorsement, maka L/c tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak manapun sesuai dengan keinginan beneficiary. Jika dalam keadaan “endorsed” (ter-endor), maka L/C tersebut hanya boleh dicairkan oleh pihak yang mengendors saja.
(-). Non Transferable : lawan dari transferable.

Pada umumnya seller tidak akan menerima non-transferrable L/C.


Revocable/Irrevocable

(-). Revocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah diterbitkan dapat diubah sewaktu-waktu oleh Issuing Bank (atas permintaan Buyer) tanpa meminta persetujuan pihak Issuing Bank maupun Beneficiary (seller). Karakteristik L/C ini adalah tidak baik. Tidak satupun seller yang bersedia menerima L/C jenis revocable.
(-). Irrevocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah diterbitkan hanya boleh diubah atas kesepakatan beneficiary (seller) dengan buyer. Karakteristik ini adalah baik dan diminta oleh seller manapun.

Availability

(-). Available at any bank : artinya L/C tersebut boleh dicairkan di bank manapun yang ditunjuk oleh pihak beneficiary. Kondisi ini sangat diharapkan oleh pihak seller, karena dengan kondisi ini Issuing Bank wajib mencari correspondent bank untuk berhubungan dengan Advising Bank yang di tunjuk oleh pihak seller. Dan atas biaya correspondent yang timbul, pihak Issuing Bank wajib menaggungnya dengan mendebit rekening buyer.
(-). Available only at Bank A : artinya seller harus menunjuk bank yang memiliki correspondent dengan Bank A untuk melakukan pencairan L/C. Dan Advising Bank wajib menanggung biaya correspondent yang timbul dengan mendebit rekening seller. Karakteristik L/C seperti ini biasanya tidak bisa diterima oleh pihak seller.

Pada Letter of Credit – Serie 3 ini, akan khusus diberikan tips bagi EXPORTER maupun IMPORTER yang menggunakan Letter of Credit sebagai instrument pembayaran. Tentu saja tips ini tidak dimaksudkan untuk over-riding, cheating, corrupting atau yang sejenisnya atas sebuah Letter of Credit. Melainkan untuk kelancaran dan objective’s achievement yang efektif berdasarkan fairness bagi semua pihak (bagi : Buyer, Seller, Issuing Bank maupun Advising Bank).


Tips menangani Letter of Credit
1). Menjelang Pembukaan L/C (bagi Seller maupun Buyer)
Sesungguhnya, kunci sukses penanganan sebuah L/C adalah diawal-awal, dimulai menjelang L/C dibuka, yaitu :

(a). Purchase Order Draft

Untuk jenis pesan yang segera (rush order), Draft order akan dijadikan sebagai dasar pembukaan sebuah L/C, menjadi lampiran dalam permohonan pembukaan L/C. Untuk itu pemeriksaan draft order dengan hati-hati dan seksama adalah kunci awal dari penanganan sebuah Letter of Credit. Sebelum penandatanganan Draft Order, perhatikan hal-hal berikut ini :

(-). Jenis dan nama barang yang dipesan
Pastikan jenis barang yang dipesan tekah tertulis dengan jelas dan benar, tidak menimbulkan salah pengertian. Pencantuman nama barang beserta description-nya adalah critical. Perlu diketahui bahwa jenis/nama barang akan dicantumkan di dalam L/C, dan shipping document.

(-) Bahan baku barang yang dipesan.
Sama pentingnya dengan Jenis dan nama barang. Bahan baku yang dipesan hendaknya dicantumkan dengan persis, dan jelas.

(-). Spesifikasi barang yang dipesan
Spesifikasi barang yang dimaksudkan di sini meliputi : ukuran, warna, kwalitas, Pastikan spesifikasi barang telah tercantum (tertulis/tergambar) dengan jelas. Hal ini penting, agar barang yang dikirim nantinya sesuai dengan apa yang dipesan. Kesalahan spesifikasi barang akan berakibat pada ditolaknya barang pada saat proses inspeksi, sehingga Certificate of Inspection tidak bisa dikeluarkan. Certificate of Inspection biasanya disyaratkan dalam sebuah L/C.

(-). Contoh/sample/Proto-type barang yang dipesan
Contoh/sample/proto-type memiliki peranan yang sama dengan specifikasi barang, hanya saja bersifat visual sehingga lebih mudah untuk diikuti.

(-). Jumlah/volume barang yang dipesan
Pastikan jumlah/volume barang yang dipesan tekah tercantum dengan benar dan jelas.

(-). Nilai barang yang dipesan
Periksalah Unit price dan Total Amount yang tercantum didalam Draft Order, hal ini penting, karena total amount yang tercantum di dalam L/C nantinya akan berpatokan pada Draft Order ini.

(-). Kondisi penyerahan barang
Kondisi penyerahan barang bisa bermacam-macam : Free on Board (FOB), Cost and Freight (C&F) atau Cost, Insurance & Freight (CIF). Pastikan kondisi penyerahan barang telah sesuai dengan yang disepakati.

(-). Batas akhir penyerahan barang
Batas akhir penyerahan barang (Latest Delivery Time) adalah critical. Latest Delivery Time akan menjadi salah satu yang disyaratkan di dalam L/C. Latest Delivery Time hendaknya memperhatikan kondisi penyerahan, lamanya produksi (Production Lead Time), Jadwal keberangkatan kapal (Shipping Schedule). Kesalahan dalam penentuan dan pencantuman Latest Delivery Time sudah pasti akan mengakibatkan discrepancies.

(-). Packing Instruction
Packing Instruction biasanya berupa lampiran yang menyertai Draft Order, berisi instruksi mengenai bagaimana barang seharusnya dikemas, mulai dari cara pembungkusan (oleh kertas/plastic), penyimpananya di dalam kemasan (dus/kotak), jumlah /volume barang per satu kemasan, dan lain sebagainya. Packing instruction juga harus diperhatikan dengan seksama, packaging barang ayang akan dikirimkan akan tercermin di dalam Packing List, dan packing list adalah salah satu jenis dokumen yang disyaratkan di dalam sebuah L/C. Penyimpangan dalam Packing List bisa menngakibatkan terjadinya discrepancies.

(-). Shipping Instruction
Shipping Instruction juga berupa lampiran, hanya saja isinya khusus mengenai bagaimana barang seharusnya dikirimkan. Hal-hal yang diatur dalam shipping instruction biasanya : pencantuman nama shipper, cara pengiriman (by Sea atau by Air), Nominated Forwarding Company (Jika nominated forwarder), Port of Departure (nama pelabuhan dari mana barang diberangkatkan), Port of Destination (pelabuhan tujuan dimana barang yang dispesan akan di un-load), Notify Party (pihak yang harus dihubungi oleh shipping agent ketika nanti barang tiba di pelabuhan tujuan), serta Consignee Name (pihak yang berhak atas barang tersebut setelah tiba dipelabuhan tujuan). Semua itu juga akan tercantum didalam Letter of Credit. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan.

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak bisa dipenuhi, atau tidak disepakati, hendaknya Draft Order jangan ditandatangani dahulu. Mintalah untuk direvisi. Jika ada hal-hal yang tidak jelas atau meragukan, mintalah penejelasan.

(b). Purchase Order Contract
Purchase Order Contract adalah perwujudan dari Draft Order yang dituangkan di dalam sebuah kontrak resmi, dicetak dan ditandatangani dengan resmi oleh pihak yang authorized. Karena isinya adalah sama, maka yang perlu dilakukan saat penanandatanganan contract adalah membandingkan isi contract dengan isi draft order. Seharusnya isinya sama persis dengan draft order yang telah ditandatangani. Jika ditemukan perbedaan-perbedaan, mintalah revisi atas kontrak tersebut.

Tentang L/C part 2

L/C adalah jaminan pembayaran yang pasti dari issuing bank atau confirming bank ( jika ada ) kepada beneficiary dengan syarat dia ( beneficiary ) tersebut bisa menyerahkan dokumen kepada issuing bank yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Jadi yang janji membayar adalah issuing bank ( banknya importir ) dan bukan nominated bank / negotiating bank ( banknya eksportir ), sehingga pada saat eksportir sudah mengirimkan barang dan menyerahkan dokumen-2 kepada negotiating bank , sebenarnya negotiating bank tidak punya kewajiban untuk melakukan pembayaran, tetapi tugasnya adalah meneruskan dokumen kepada issuing bank untuk mendapatkan pembayaran.  Step step yang normal adalah : dokumen dari eksportir diserahkan kepada nominated bank ( dia tidak wajib membayar ), kemudian diteruskan kepada issuing bank ( dia wajib membayar apabila dokumennya sesuai dengan L/C dalam waktu 5 hari kerja ), kemudian dokumen diserahkan kepada importir apabila importir sudah melunasi pembayaran kepada issuing bank. Apabila dilakukan secara normal seperti ini, maka eksportir akan mendapatkan pembayaran yang cukup lama , misalnya : Eksportir mengirim barang tgl 25.04.2009 dan menerima B/L dari shipping company, kemudian menyiapkan dokumen-2 sampai tgl 30.04.2009, kemudian diserahkan ke nominated bank , nominated bank memeriksa dokumen 2 hari, kemudian mengirim dokumen ke issuing bank makan waktu 3 hari, dan issuing bank punya waktu 7 hari untuk memeriksa dokumen, setelah 7 hari issuing bank membayar kepada beneficiary , sehingga mulai dari pengiriman barang sampai mendapatkan pembayaran akan memakan waktu 17 hari , hal ini akan membaratkan eksportir karena akan mengganggu cash flow-nya. Untuk mengatasi ini , maka eksportir boleh minta kepada nominated bank agar memberikan dana talangan dulu dan menagihkan kepada issuing bank , dan kalau ini dilakukan maka disebut dengan negosiasi yaitu begitu eksportir menyerahkan dokumen ke nominated bank apabila clean yaitu sesuai dengan L/C , naminated bank menegosiasi dokumen yaitu membayar kepada eksportir dan menagih kepada issuing bank. Ini adalah cara yang lazim digunakan antara nominated bank dengan nominated bank.
Yang menjadi pertanyaan, apakah semua eksportir bisa menegosiasi dokumennya di nominated bank ?
Tidak semua !
Hanya eksportir yang mempunyai fasilitas NWE Negosiasi Wesel Ekspor saja yang bisa menegosiasi dokumennya, dan eksportir yang tidak mempunyai fasilitas NWE tentunya tidak bisa menegosiasi dokumennya
Oleh karena itu, bagi eksportir yang belum punya fasilitas NWE bisa mengurus fasilitas dulu ke banknya , sehingga pada saat transaksi sudah berjalan bisa melakukan negosiasi.

Tuesday 17 January 2012

UU & Peraturan-Peraturan Kepabeanan Indonesia

Tentang-kepabeanan  :
UU Kepabeanan

Tempat Penimbunan Berikat,Tempat Penimbunan Sementara,Tempat Penimbunan Pabean

Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk


Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya


Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

Tata Laksana di bidang Impor


Dasar Hukum
  • UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006;
  • Kep. Menkeu No. 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No. 112/KMK.04/2003;
  • Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008.

Kepabeanan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
 
Impor
Kegiatan memasukan barang ke dalam Daerah Pabean
 
Daerah Pabean
adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai BARANG IMPOR dan terutang Bea Masuk
 
Kawasan Pabean
adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di di pelabuhan laut,Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
Impor untuk di pakai :
  • Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau
  • Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

Syarat Pengeluaran barang Impor untuk dipakai setelah diserahkan :
  • Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuk dan PDRI;
  • Pemberitahuan pabean dan Jaminan; atau
  • Dokumen pelengkap pabean dan jaminan.

Penjaluran
  • JALUR MERAH, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  • JALUR HIJAU, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  • JALUR KUNING, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB;
  • JALUR MITA Non-Prioritas;
  • JALUR MITA Prioritas.

Kriteria jalur Merah :
  • Importir baru;
  • Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (high risk importir);
  • Barang impor sementara;
  • Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II;
  • Barang re-impor;
  • Terkena pemeriksaan acak;
  • Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  • Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.

Kriteria jalur Hijau :
  • Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud dalam kriteria jalur merah

Kriteria jalur Prioritas :
  • Importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas

Pemeriksaan Pabean :
  • Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang;
  • Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen;
  • Jalur Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau hijau.

Pemeriksaan Fisik :
  • Pemeriksaan Biasa
    • P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor
  • Pemeriksaan dengan alat Hi-co scan X-ray
    • KEP 97/BC/2003
  • Penegasan DJBC (terlampir)
  • Pemeriksaan di lapangan/gudang  importir
    • P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor

Pemeriksaan Fisik Barang
  • terdapat 4 tingkatan pemeriksaan fisik :
    • Mendalam – barang diperiksa 100%
    • Sedang – barang diperiksa 30 %
    • Rendah – barang diperiksa 10%
    • Sangat rendah – barang diperiksa di gudang importir (importir jalur prioritas)
  • pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeiksa barang secara merata  sesuai dengan % pemeriksaan terhadap keseluruhan barang.  

Pembayaran

Pembayaran Biasa :
  • semua pembayaran dilakukan di Bank  Devisa Persepsi
  • Pembayaran di Bea dan Cukai hanya diperbolehkan dalam hal
    • Tidak terdapat bank devisa persepsi
    • Untuk barang impor  awak sarana  pengangkut, pelintas batas dan barang penumpang.

Pemberitahuan Pabean
  • PEMBERITAHUAN IMPOR BARANG (PIB), dibuat dengan MODUL IMPORTIR/PPJK
  • DOKUMEN PELENGKAP PABEAN :
    • Invoice
    • Packing List
    • Bill of Lading/ Airway bill
    • Polis asuransi
    • Bukti Bayar BM dan PDRI  (SSPCP)
    • Surat Kuasa , Jika Pemberitahu PPJK

Perijinan / Tata Niaga
  • Jenis
    • Melekat kepada subjek (importir), misalnya NPIK
    • Melekat kepada objek (barang) misalnya ijin ML (makanan luar) dari BPOM
  • Prinsip umum : Perijinan harus ada pada saat importir mengajukan PIB
  • Untuk Jalur Prioritas, karena tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik didepan, maka ijin dianggap telah dipenuhi.

BARANG KIRIMAN

Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
Ketentuan Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor
  • Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor;
  • Dalam hal pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka barang kiriman dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.
     

Tatacara Pengeluaran Barang Kiriman POS dan PJT
  • Atas barang kiriman pos wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai dikantor Pabean dan hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai;
  • Impor barang kiriman dilakukan melalui pos atau PJT dan dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  • Pemeriksaan fisik barang disaksikan oleh petugas pos atau petugas PJT;
  • Barang kiriman melalui pos yang telah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya diserahkan kepada penerima barang kiriman melalui pos setelah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilunas;
  • Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas barang kiriman melalui pos dan PJT;
  • Penetapan tarif didasarkan pada tarif bea masuk dari jenis barang yang bersangkutan, apabila barang impor lebih dari 3 jenis barang, pejabat bea dan cukai menetapkan hanya satu tarif bea masuk berdasarkan tarif barang tertinggi.

Friday 13 January 2012

Barang Bawaan Penumpang


Peraturan untuk impor barang pribadi penumpang ada dalam peraturan menteri keuangan Indonesia nomor 89/PMK.04/2007
Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut


Batasan nilai pabean yang diberikan oleh bea cukai Indonesia atas barang impor yang dibawa penumpang per perjalanan adalah sebagai berikut :
A. Barang Pribadi
Barang yang dibeli di luar negeri dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 250/orang atau FOB USD 1,000/keluarga.


B. Barang Kena Cukai
- 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau
- 1L minuman mengandung etil alchohol


Kurang atau sama dengan jumlah batasan berarti dapet pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (JALUR HIJAU) = Aman


Diatas Batas yanga diberikan berarti harus bayar bea masuk & pajak dalam rangka impor sesuai dengan barang yang dibawa (barang pribadi). Langsung dimusnahkan dengan atau tanpa kita saksikan (untuk barang kena cukai).(JALUR MERAH)


Selain dua hal diatas, penumpang wajib masuk ke jalur merah jika membawa :


-hewan, ikan, dan tumbuhan termasuk produk yang berasal dari hewan, ikan dan tumbuhan
- narkotika, psikotropika, obat-obatan,
- senjata api, senjata angin, senjata tajam, amunisi, bahan peledak
- benda/publikasi pornografi berupa film sinematografi, pita video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam; atau
-uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp 100 juta atau lebih


Nah kalau bawa lima jenis barang yang dikategorikan diatas, penumpang akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku


Wewenang bea cukai disini, kalo memang ada yang dicurigai, berhak melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang bawaan penumpang.


Atas barang pribadinya, penumpang wajib memberitahukan kepada pejabat bea cukai dengan mengisi custom declaration (CD/BC 2.2) dengan lengkap dan benar. So semua penumpang wajib mengisi form ini, meskipun kadang2 bea cukainya gak meriksa. Biasanya kalo naek pesawat menuju ke Indonesia ntar pramugarinya membagikan form Custom Declaration ini.


Dari ringkasan dan memahami tatalaksana impor untuk barang bawaan penumpang diatas, penumpang sudah punya senjata agar tidak di ping pong oleh pejabat bea cukai. Selain itu jika memang kita membeli barang di luar negeri yang melebihi batas yang ditentukan oleh bea cukai, kita bisa mengkondisikan & menyiapkan argumen untuk berdebat dengan pejabat bea cukai agar terbebas dari bea & pajak impor.

NEWS